Beji, Depok Terkini
Listrik salah satu energi yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh wilayah di bumi ini sudah membutuhkan energi ini untuk menggerakkan roda kehidupan.
Menyikapi permasalahan tersebutt, para mahasiswa menggelar diskusi tentang "Energi dan Kita" di RM Mang Engking, Kampus UI, Depok, Selasa (12/02/2018).
Diskusi dihadiri Andy Setya Utama selaku Ketua BEM PNJ, Fuadil Ulum Ketua BEM FISIP Universitas Indonesia dan Liven Hopendy Kabiro Kastrat FTSP Trisakti.
Ketua BEM Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) Andy Setya Utama mengatakan, pentingnya pemanfaatan energi listrik oleh PLN, menurutnya, 60 persen energi listrik bersumber dari batubara. Listrik dinilai paling efisien, dibanding energi lainnya yang bersumber dari energi baru dan terbarukan seperti energi surya dan tenaga air.
Sementara itu Liven Hopendy selaku Kepala Biro Kastrat FTSP Trisakti mengemukakan kepedulian mahasiswa terhadap kebutuhan listrik sebagai energi perlu diapresiasi, pasalnya persoalan energi menyangkut hajat hidup orang banyak. “Itu sebabnya kami mengharapkan agar tarif listrik tetap stabil,” harap Liven dalam diskusi yang dipandu oleh Anang Aenal Yaqin, penulis dan mantan wartawan energi/ekonomi dan bisnis.
Fuadil Ulum Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Universitas Indonesia berharap, pengelolaan energi primer sebaiknya tidak ditawar lagi, melainkan tetap dikelola oleh negara. Tujuannya agar negara memiliki kedaulatan di bidang energi, sehingga hak pengelolaan tersebut tetap dihormati oleh negara lain.
Pemerintah mencanangkan program penyediaan listrik 35.000 Megawatt yang direncanakan selesai di tahun 2025. Tugas lainnya yaitu mengoperasikan dan memelihara daerah-daerah pelosok, terpencil dan terdepan dimana seluruh masyarakat dapat menikmati listrik tersebut membutuhkan dana yang sangat besar. Langkah tersebut perlu dapat dukungan semua pihak mengingat pentingnya pemerataan listrik di seluruh negeri, yang juga berperan menggerakkan perekonomian nasional.
Saat ini Indonesia mengalami problem yang serius dalam masalah pelistrikan, itu tak lain akibat melambungnya harga batubara di mana PLN menggantungkan 60 persennya kepada produk tambang tersebut. Tiap kenaikan harga batubara otomatis akan mendongkrak biaya produksi listrik, dan ujung-ujungnya akan mempengaruhi tarif dasar listrik.
Sebenarnya, PLN bersama pemerintah dan pengusaha batubara pernah mendiskusikan masalah tersebut. Namun sayangnya, belum ada kata sepakat, termasuk soal harga batubara untuk domestic market obligation (DMO) – yang sebenarnya penting untuk menjaga kestabilan harga batubara dalam negeri, yang tentu bisa menekan ongkos produksi PLN.
Sebagai catatan, akibat kenaikan harga batubara di pasar internasional, keuntungan berbagai perusahaan pertambangan batubara di Indonesia meraup keuntungan besar.
Sejatinya batubara adalah milik negara dan perusahaan pertambangan itu sekadar mendapat izin untuk mengeruknya. Di sini negara punya kewenangan dalam menetapkan aloksi dan harga, untuk optimalisasi pendapatan negara, juga mengatur biaya pokok produksi kelistrikan yang tepat.(ndi)
0 Comments