Margonda | Depok Terkini
Tarik menarik proyek pembangunan kereta super cepat rute Jakarta – Bandung masih menjadi perdebatan setelah proposal dua investor yakni Jepang dan Tiongkok belum disepakati pemerintah. Pemerintah diminta untuk memikirkan kembali efek keseluruhan (multi player effect) dan manfaat bagi masyarakat.
“Pemerintah juga pasti memperhatikan Multi Player Effect, dan ini belum terealisasi karena mungkin dianggap Multi Player Effectnya enggak banyak. Yang dikaji itu kan kerjasama proyek economic growth untuk pengembangan,” kata Pengamat Hukum Infrastruktur Raden Roro Widi Astuti.
Perempuan lulusan Universitas Diponegoro ini mengatakan setiap proyek tentunya tetap melihat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Salah satunya fokus pemerintah adalah pada pengembangan infrastruktur transportasi di luar Jawa.
“Kereta api pengembangannya lebih di luar Jawa, kita enggak bijak juga jika menolak investor, pemerintah pertimbangkan dengan baik tentunya. Selama ini masih teknis soal perbedaan kecepatan,” papar pengacara di Kantor Hermawan Juniarto Lawyer ini.
Ia juga menilai berbicara soal infrastruktur tenty melihat kebutuhan dan permintaan masyarakat. Saat ini kapasitas tol Cipularang menurutnya sudah padat, belum lagi kereta dan travel.
“Demandnya gimana. Efektif enggak. Beda kecepatannya misalnya enggak jauh – jauh banget. Pemerintah mungkin belum butuh dan sedang mengkaji ulang. Tetapi untuk Jepang sebenarnya sudah jauh lebih siap di negaranya sebelumnya, punya banyak pengalaman dalam pengembangan kereta,” kata Roro.
Roro juga mencontohkan proyek transportasi lainnya yang juga tidak mementingkan ambisi pemerintah semata tetapi melihat kebutuhan masyarakat adalah proyek MRT. “Selama ini kan kereta yang menjadi andalan warga komuter. MRT diharapkan urai kepadatan di Jakarta. MRT membawa masyarakat komuter. Nanti baru dibagi – bagi lagi sinergi dengan commuter line,” tutup Roro.(ndi)