Beji | Depok terkini
DBD merupakan penyakit menular melalui vektor nyamuk (Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus) yang membawa virus dengue. Penyakit ini termasuk penyakit musiman, cenderung meningkat di saat musim hujan dan sering mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di tiap daerah. DKI Jakarta merupakan daerah endemis kasus DBD.
Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 terdapat 18.735 kasus DBD dengan IR (incidence rate/angka kesakitan): 221,09 per 100.000 penduduk dan angka CFR (case fatality rate / angka keparahan) 0,10%. Sedangkan sejak 2011 angka tersebut terus meningkat, dengan CFR tertinggi pada tahun 2014 sebesar
0,31%. Tren peningkatan angka keparahan kasus DBD ini harus diantisipasi sedini mungkin mengingat kemungkinan adanya siklus kejadian luar biasa DBD 5 tahunan.
Berdasarkan kotamadya, jumlah IR DBD terbanyak di DKI Jakarta pada tahun 2014 adalah Jakarta Selatan dengan IR 109,43, selanjutnya Jakarta Barat IR 98,68, Jakarta Pusat IR 76,83, Jakarta Timur 69,88, dan Jakarta Utara
60,98. Kecamatan dengan IR DBD tertinggi di Jakarta Selatan pada tahun 2014 adalah Kecamatan Cilandak dengan IR 142,08, Kebayoran Baru dengan IR 124,58 dan Pasar Minggu dengan IR 122,11. Menurut data Dinkes DKI Jakarta, kelompok umur tetinggi dari penderita DBD dengan IR 229/100.000 penduduk adalah umur 7- 12 tahun, usia anak-anak sekolah dasar. Sedangkan di Kota Depok, Sepanjang tahun 2014 terdapat 980 kasus DBD di Kota Depok, dengan
kasus tertinggi di Kecamatan Pancoran Mas sebanyak 195 kasus.
Salah satu negara yang sukses menanggulangi DBD adalah Negara Kuba yang mampu mengendalikan kasus DBD di negaranya dengan memobilisir masyarakat untuk konsisten melakukan pemberantasan sarang nyamuk di seluruh negeri secara terus menerus dan serentak sepanjang tahun. Kasus DBD di Kuba sebelumnya cukup tinggi dan salah satu yang terparah di dunia.
"Namun setelah mengalami beberapa kali abah DBD akhirnya kuba dapat mengendalikan DBD dan kasus terakhir yang dilaporkan adalah tahun 2002. Upaya penanggulangan DBD di Kuba berhasil karena kemauan politik pemerintah yang kuat, ditunjukkan dengan program nyata dan dukungan dana, selain itu DBD dianggap masalah seluruh masyarakat sehingga dihadapi secara interdepartemen," kata Wakil Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Husein Habsyi di Balai Sidang Universitas Indonesia, rABU (4/3)
Duta Besar Kuba untuk Indonesia Enna Viant Valdes mengatakan pada tahun 1981 negara Kuba mengalami kerugian tidak kurang dari USD 103.000.000 akibat wabah DBD. "Kuba dan Indonesia bisa kolaborasi kontrol DBD, kita penting mendorong masyarakay dan pemerintah ciptakan kesadaran bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan dan sosialisasi bersama pemerintah daerah dan media lokal juga di berbagai klinik di daerah," tandasnya.