Dunia sepakbola Indonesia masih dilanda karut-marut. Pembenahan di tubuh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dinilai belum signifikan. Rezim PSSI yang berkuasa pada dua puluh tahun ini dengan jadwal kompetisi padat sekaligus pelatih nasional belum berhasil mengubah wajah PSSI.
Pasca runtuhnya orde baru, demokratisasi terjadi ke berbagai bidang. PSSI menjadi sisa dari rezim masa lalu. Fenomena yang terjadi, publik ataupun pihak terkait tidak percaya pada keputusan PSSI sekarang.
"Di negara-negara lain, sepakbola makin meningkat, mulai dari potensi individual dan kecepatan. Semangat pun tinggi. Beda di Indonesia, Tim Nasional Garuda Indonesia masih primitif. Prihatin melihat wajah timnas. Meskipun timnas pernah diasuh pelatih asing ternyata tidak ada perubahan sama sekali," kata wartawan senior sekaligus pengamat sepakbola Indonesia Budiarto Shambazy dalam penyampaian diskusi sepakbola Indonesia bertajuk "Menanti Campur Tangan Pemerintah" di Auditorium Juwono Sudarsono Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, Kamis (18/12) siang.
Pemain timnas masih memalukan. Deputi Pemuda dan Olahraga Gatot menanggapi keprihatinan timnas. Menurutnya, timnas harus segera bangkit dari keterpurukan.
"Babak penyisihan saja, timnas kalah. Solusi yang harus segera dilakukan pemerintah, tidak ada alasan lain mengubah total. Pemerintah mau tidak mau harus melakukan intervensi ke PSSI," jelas Gatot.
Solusi tersebut sebagai bentuk upaya menyelamatkan PSSI. Langkah ke depan dengan mengambil alih timnas ke tangan pemerintah akan lebih memudahkan pengawasan. Sikap "agresif" ini perlu ketegasan seorang pemimpin. Pemerintah tidak perlu ragu mengambil keputusan.(fit)